RIAU- Lamaksee.com -, Tim gabungan dari Polri dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau menangkap enam pelaku yang diduga melakukan pembantaian seekor harimau Sumatra yang terjadi di Desa Tibawan, Kecamatan Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu.
“Kami menerima laporan bahwa ada harimau yang terjerat di Rokan IV Koto,” kata Kapolres Rohul AKBP Budi Setiyono kepada Wartawan yang lagi meliput, Senin (03-03-2025).
Awalnya, harimau Sumatra itu terjerat oleh sebuah perangkap babi pada saat Minggu (02-03-2025).
Mendapat laporan tersebut, Bhabinkamtibmas segera berkoordinasi dengan kepala Polsek Rokan IV Koto dan BBKSDA Riau untuk mengamankan satwa liar yang dilindungi tersebut.
Namun, ketika tim gabungan yang terdiri dari polisi, TNI, dan BBKSDA tiba di lokasi tersebut, harimau tersebut sudah tidak ditemukan di dalam jeratan.
“Hal ini menimbulkan kecurigaan karena di sekitar lokasi jeratan ditemukan jejak ban mobil yang mencurigakan,” lanjut dia.
Budi langsung memerintahkan Tim Reskrim untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Dari serangkaian penyelidikan yang dilakukan, didapat informasi bahwa sebuah mobil yang diduga membawa harimau tersebut sedang dicuci di Carwash 175, Ujungbatu.
Setelah dilakukan pemeriksaan, pencuci mobil mengonfirmasi bahwa bagian belakang mobil penuh dengan kotoran hewan.
Polisi kemudian membuntuti kendaraan tersebut dan melakukan pengadangan di Kelurahan Rokan, Kecamatan Rokan IV Koto.
“Saat digeledah, ditemukan tiga orang di dalam mobil, yang akhirnya mengakui telah membawa harimau yang terjerat ke Dusun Kubudienau, Desa Cipang Kiri Hilir,” ungkap Budi.
Setibanya di lokasi, tim mendapati harimau tersebut telah dib*nuh, dikuliti, dan dagingnya dicincang.
“Enam pelaku langsung kita amankan berikut sejumlah barang bukti. (Pelaku) langsung kami tetapkan sebagai tersangka utama,” jelas Budi.
Perwira menengah Polri itu menegaskan pihaknya akan menindak tegas para pelaku kejahatan lingkungan.
Sebab, pembunuhan satwa dilindungi merupakan pelanggaran berat yang dapat dikenai sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“Para pelaku terancam hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta,” tutur Budi.
sumber: m.jpnn.com
Tidak ada komentar
Posting Komentar